Akhir-akhir ini, teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan masyarakat karena dapat membantu manusia dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, keamanan, pendidikan, bisnis, industri dan lainnya. Teknologi AI ini dianggap lebih cepat, efektif, efisien dan teliti. Namun, di balik segala kelebihannya, muncul kekhawatiran terutama di dunia pendidikan mengenai apakah AI ini masih dapat memberikan rasa bagi guru dan siswa dalam pembelajaran?
Saat ini, trend pendidikan sangat tidak dapat diprediksi. Seiring berjalannya waktu, kecerdasan buatan secara bertahap mulai menggantikan banyak keahlian pendidik. Tentu saja kita tidak bisa berhenti mempertanyakan masalah ini.
Sebaliknya, kita harus mencari cara untuk mencegah Artificial Inteligence (AI) menggantikan pendidik secara permanen. Hal ini tentu mempunyai efek terhadap perkembangan keterampilan peserta didik terutama dalam meningkatkan keterampilan sosial. Dimana ada beberapa aspek yang harus dimiliki oleh peserta didik di dalam pembelajaran yaitu; 1) hidup dan bekerjasama, toleransi, menghormati hak orang lain, dan memiliki rasa peka terhadap orang lain, 2) adanya rasa kontrol diri/mawas diri, 3) menuangkan ide dan dapat berekspresi secara bersama. Dengan adanya keterampilan sosial bagi peserta didik akan sangat membantu mereka untuk dapat meningkatkan kesehatan mental dan juga dapat memudahkan peserta didik berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Pendidikan Abad 21 ditandai dengan besarnya pengaruh digitalisasi di dalam kehidupan dan dunia pendidikan. Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) telah menjadi semakin populer dan banyak digunakan dalam berbagai bidang, termasuk di dalam pembelajaran, karena dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih personal dan adaptif bagi setiap siswa.
Sistem pembelajaran adaptif adalah contoh teknologi AI yang digunakan dalam pendidikan. Sistem ini menggunakan data tentang kemampuan belajar dan kebutuhan belajar siswa untuk menyediakan konten pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan individu masing-masing, sehingga siswa dapat belajar dengan lebih efektif dan efisien.
AI juga dapat membantu siswa berinteraksi dengan guru mereka. Chatbot, misalnya, dapat membantu siswa menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan. Ini dapat mengurangi beban kerja guru dan memberi mereka waktu untuk berkonsentrasi pada hal-hal yang lebih penting, seperti mengajar dan memberikan instruksi.
Meskipun ada banyak manfaat potensial dari penggunaan teknologi AI dalam pendidikan, ada juga beberapa masalah yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah kemungkinan penyalahgunaan data pribadi siswa.
Dalam sistem pembelajaran adaptif, data tentang kemampuan dan kebutuhan belajar siswa dikumpulkan untuk menyediakan konten pembelajaran yang sesuai. Namun, data ini dapat disalahgunakan untuk tujuan yang tidak diinginkan jika tidak dijaga dengan baik.
Ada kekhawatiran tentang penggunaan teknologi AI dalam proses pengambilan keputusan yang sangat penting, seperti menentukan kelulusan siswa. Kekhawatiran ini terutama muncul jika algoritma yang digunakan didasarkan pada data historis, yang mungkin tidak adil atau tidak sesuai dengan keadaan saat ini.
Dalam sebuah pernyataan pada surat kabar New York Times, Geoffrey Hinton, 75 tahun, mengumumkan pengunduran dirinya. Ia menyatakan bahwa saat ini ia berduka atas pekerjaannya. Ia memberitahukan kepada BBC tentang ancaman chatbot AI yang “cukup menakutkan”. Sistem-sistem AI modern seperti ChatGPT bergantung pada kemajuan Hinton dalam neural network dan deep learning.
Dalam teknologi kecerdasan buatan, neural network adalah sistem yang sebanding dengan otak manusia dalam hal kemampuan memproses dan mempelajari data yang memungkinkan kecerdasan buatan untuk belajar dari pengalaman seperti orang lain. Teknik ini dikenal sebagai deep learning.
Seorang psikolog kognitif dan ilmuwan komputer dari Kanada ini mengatakan kepada BBC bahwa chatbot pada akhirnya dapat mengumpulkan lebih banyak data daripada otak manusia. Kita telah melihat bahwa sistem kecerdasan buatan seperti GPT-4 memiliki pengetahuan umum yang jauh melampaui pengguna manusia. Ia tidak sebagus manusia dalam hal nalar, tetapi ia sudah melakukan penalaran sederhana.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan diatas, pada dasarnya AI tidak dapat merasakan emosi dan memberikan tanggapan secara “manusiawi”, sehingga kemampuan manusia untuk menjalin hubungan, mengelola konflik, dan memberikan dukungan emosional masih sangat penting. Ini sudah terlihat jelas bahwa secanggih apapun peran teknologi yang berkaitan dengan emosional sangatlah penting untuk dijalankan didalam proses pembelajaran, yaitu adanya rasa. Seperti pengalaman penulis yang telah menggeluti dunia akademik selama 15 tahun di Universitas Almuslim pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris. Penulis tertarik dan menfokuskan perhatiannya pada sistem pembelajaran di dalam kelas. Berdasarkan pengalaman yang telah diperoleh selama mengikuti Short Course tentang lesson study di Jepang. Penulis sudah banyak melakukan pendampingan sekolah di Kabupaten Bireuen dimulai dari jenjang PAUD, SD, SMP dan SMA untuk melakukan praktik buka kelas (open class) berbasis lesson study. Dimana praktik baik yang ditemukan disaat proses belajar berlangsung, selama ini belum semua guru terbuka untuk menjadikan kelasnya milik publik. Masih kurangnya kolaborasi dan komunikasi yang tercipta dimulai dari penyusunan RPP secara bersama dimulai dari analisis kebutuhan peserta didik sampai secara bersama-sama mengamati proses pembelajaran untuk menemukan informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi pada para peserta didik itu sendiri.
Kemudian, guru yang sudah terlibat dalam satu komunitas belajar secara bersama melakukan refleksi dengan saling memberikan temuan yang bermanfaat tanpa saling merendahkan siapapun yang menjadi guru modelnya. Dengan demikian proses pembelajaran yang dilakukan dengan hati maka hasil yang didapatkan adalah guru yang menjadi pendidik yang memiliki logika batin belajar mengajar. Pada dasarnya penerapan lesson study bukan lah mencari model A atau B yang paling tepat akan tetapi untuk menemukan masalah apa yang ditemukan selama proses pembelajaran untuk dicarikan solusi secara bersama-sama.
Berdasarkan gambaran umum di atas penerapan Lesson Study di Kabupaten Bireuen tentu telah banyak memberikan dampak positif terhadap perbaikan kualitas pembelajaran. Para guru sudah mulai menerapkan pembelajaran yang kolaboratif dan peserta didik terlihat lebih bersemangat dan bergairah dalam belajar. Dari gairah belajar inilah dapat terwujudnya rasa Asah, Asih, dan Asuh pada diri peserta didik dalam membentuk karakter mereka pada saat kembali ke masyarakat dengan memiliki rasa empati.
Hanya manusia yang saling peduli yang memiliki rasa dan itu menjadi tuntutan didalam pembelajaran. Secanggih apapun perkembangan ilmu pengetahuan, satu hal yang harus selalu diingat adalah Grand Theory dari ilmu itu sendiri adalah Alquran. Sebagaimana Allah berfirman QS. Al-Mujadalah Ayat 11 “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Jika Alquran dijadikan panduan diera digitalisasi maka dapat menjauhkan penggunanya dari kesesatan.
Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya teknologi kecerdasan manusia (AI) ini dibuat bukan untuk menguntungkan atau merugikan manusia namun untuk membantu pekerjaan manusia. Diharapkan, penggunaan AI ini perlu adanya peraturan atau regulasi agar tidak disalahgunakan dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat terutama guru dan siswa dalam pembelajaran tanpa menghilangkan kebersamaan, kolaboratif, dan rasa sebagai jati diri manusia yang selalu terikat satu sama lain.